Teater Imambonjol - IAIN Imam Bonjol Padang - di panggung Sawahlunto International Music Festival (SIMFes), 01-03 Desember 2012
Berdoalah kepada Tuhan!
Jika Anda menginginkan sesuatu atau sedang dalam masalah, mintalah pertolongan kepada Tuhan Anda, jangan mengadu di dinding Facebook. Sia-sia.
SENI UKIR CANGKANG TELUR
Hendri Safarno: Mengukir "Hidup" di Cangkang Telur |
Seni ukir dengan media kayu mungkin sudah lumrah kita lihat. Namun
bagaimana jika media yang digunakan adalah setipis cangkang telur?
Membayangkannya saja barangkali sudah membuat kening kita berkerut tujuh.
Membuat ukiran pada permukaan cangkang telur yang hanya memiliki ketebalan sekitar
nol koma sekian millimeter tentu hanya mereka yang punya keahlian khusus dan
skill tinggi yang mampu mengerjakan pekerjaan yang tergolong rumit itu. Jika
penasaran ingin melihat karya seni ukir dari cangkang telur, berkunjunglah ke Jorong
Koto Tangah, Kenagarian Lubuak Batingkok, Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh
Kota. Silakan tanya masyarakat setempat dimana rumah Hendri elektronik, Hendri
parabola, Hendri kandang ayam, atau Hendri tukang pasang digital.
Begitulah, masyarakat setempat mengenal Hendri, 27, dalam
kesehariannya. Tidak banyak yang tahu keahliannya dalam mencipta karya seni.
Bahkan tetangganya sendiri tidak tahu. Begitupun jika sudah sampai di rumahnya,
anda tidak akan menemukan semacam plang bertuliskan ‘galeri’ terpampang. Selama
ini, karya seni milik Hendri berupa ukiran cangkang telur dan beberapa lukisan
hitam putih hanya tersimpan begitu saja di rumahnya yang sederhana. Beberapa
lukisannya juga tersebar di beberapa rumah di jorong tetangga. Sampai saat ini
hanya orang-orang terdekat yang memesan lukisan kepada Hendri. Sedangkan ukiran
dari cangkang telur, Hendri belum pernah menerima pesanan khusus. Hal ini
dikarenakan karya-karya Hendri yang belum terpublikasi secara luas.
Hendri mulai membuat karya ukiran dari cangkang telur pada tahun 2008. Ide tersebut sebetulnya datang dari seorang teman bernama Ijel. Ketika itu, Ijel sedang mencari cara bagaimana sebuah cangkang telur bisa diukir. Ia terus memikirkan hal tersebut setiap hari. Cangkang telur itu dibawanya kemana-mana. Juga ke kedai-kedai kopi. “Olah poniang kawan ko dek mamikian itu, nan cangkang tolua ko dibaok juo kamano poi. Sampai dikecekan urang inyo ko lah gilo,” ( sudang pening kawan saya ini memikirkan hal tersebut, cangkang telur itu selalu dibawanya kemana-mana. Juga ke kedai-kedai kopi. Sampai dikatakan orang dia ini sudah gila) cerita Hendri. Karena tidak juga bertemu cara yang dicari, Ijel jatuh sakit. Sampai ia bertemu dengan Hendri. Ketika itu, Hendri sangat yakin bahwa cangkang telur tersebut bisa dijadikan ukiran yang indah. Dengan kemauan keras dan ketekunan, Hendri berhasil membuat ukiran pada cangkang telur tersebut. Pada saat itu juga Ijel sembuh dari sakitnya. Hendri kemudian mengajarkan cara tersebut kepada Ijel. Namun Ijel tak pernah menguasai cara tersebut, dan hasilnya selalu pecah. Kemudian, Hendri lah yang melanjutkan ide tersebut.
Hendri mulai membuat karya ukiran dari cangkang telur pada tahun 2008. Ide tersebut sebetulnya datang dari seorang teman bernama Ijel. Ketika itu, Ijel sedang mencari cara bagaimana sebuah cangkang telur bisa diukir. Ia terus memikirkan hal tersebut setiap hari. Cangkang telur itu dibawanya kemana-mana. Juga ke kedai-kedai kopi. “Olah poniang kawan ko dek mamikian itu, nan cangkang tolua ko dibaok juo kamano poi. Sampai dikecekan urang inyo ko lah gilo,” ( sudang pening kawan saya ini memikirkan hal tersebut, cangkang telur itu selalu dibawanya kemana-mana. Juga ke kedai-kedai kopi. Sampai dikatakan orang dia ini sudah gila) cerita Hendri. Karena tidak juga bertemu cara yang dicari, Ijel jatuh sakit. Sampai ia bertemu dengan Hendri. Ketika itu, Hendri sangat yakin bahwa cangkang telur tersebut bisa dijadikan ukiran yang indah. Dengan kemauan keras dan ketekunan, Hendri berhasil membuat ukiran pada cangkang telur tersebut. Pada saat itu juga Ijel sembuh dari sakitnya. Hendri kemudian mengajarkan cara tersebut kepada Ijel. Namun Ijel tak pernah menguasai cara tersebut, dan hasilnya selalu pecah. Kemudian, Hendri lah yang melanjutkan ide tersebut.
Proses mengukir cangkang telur
Dengan bekal keyakinan yang kuat, kerja keras, dan ketekunan,
Hendri mengerjakan ukiran dengan media cangkang telur. Telur yang biasa
digunakan Hendri adalah telur angsa, karena cangkangnya yang relatif lebih
tebal dibanding telur ayam dan telur itik. Dalam pengerjaannya, Hendri punya
trik khusus yang diciptakannya sendiri. “Saya biasanya memilih malam ketika
suasana sudah hening untuk mengerjakan karya seni seperti lukisan dan ukiran
cangkang telur, khusus untuk membuat ukiran cangkang telur, tangan harus di-refresh dulu selama 3 sampai 4 jam,
tidak boleh mengangkat beban berat,” jelasnya. Hal tersebut dilakukan agar
tangan tidak gemetar saat proses pengerjaan. Seluruh persendian tubuh juga
harus dalam posisi yang pas dan nyaman. Satu hal lagi yang terpenting bagi
Hendri, konsep yang ada di kepala harus lebih dulu selesai, kemudian barulah
dikerjakan.
Cangkang telur tersebut kemudian disketsa. Hendri punya rumusan
khusus untuk mengukur dan membuat garis di permukaan cangkang telur tersebut.
Ia hanya menggunakan ketajaman mata untuk melakukan perkalian jarak dan garis.
Dan perkalian tersebut cukup akurat, tanpa alat ukur khusus. Pada titik yang
tepat, ujung telur kemudian dilubangi untuk mengeluarkan kuning dan putih
telurnya. Alat yang biasa digunakan Hendri adalah sejenis gerinda yang
diperolehnya dari seorang rekan di Jogja. Hendri membeli alat tersebut dengan
uang sakunya sendiri yang dikumpulkan dari hasil pekerjaannya sehari-hari.
Harga satu alat tersebut sekitar 2 juta Rupiah. Sebelumnya, Hendri juga pernah
menggunakan pisau dapur untuk mengukir. Lama pengerjaan cangkang telur
tergantung pada motif yang dibuat. Pengerjaan paling lama biasanya menghabiskan
waktu 15 hari, sedangkan waktu paling singkat tiga hari. Sejak pertama kali
mengerjakan ukiran cangkang telur, belum pernah Hendri memecahkan satu
cangkangpun. Ia selalu berhasil. Hingga saat ini ia telah berhasil mengerjakan
20 tema motif ukiran. Target Hendri adalah 50 tema motif.
Minim apresiasi dan publikasi
Hendri memiliki hobi menonton siaran luar negeri terutama tentang
kesenian. Dari acara kesenian yang kerap ditontonnya itu ia mendapatkan banyak
ide dan imajinasinya terus berkembang. Selain membuat seni ukir cangkang telur,
Hendri juga mahir melukis. Lukisan yang dibuatnya adalah sejenis lukisan
hitam-putih. Hasil karyanya yang satu ini begitu hidup dan detail. Hendri mulai
tertarik mendalami seni lukis pada tahun 2010. Saat itu ia terinspirasi dari
siaran Eropa tentang lukisan. Mula pertama belajar ia menghabiskan sampai satu
rim kertas HVS.
Hendri mengaku ide-ide untuk membuat karya seni itu bermunculan di
saat ia mengalami tekanan hidup. Semakin besar tekanan hidup yang dialaminya,
semakin ekstrim pula imajinasinya untuk mencipta sebuah karya seni. Bagi
Hendri, berkesenian adalah cara paling ampuh untuk melepaskan beban pikiran dan
kegalauan dalam hidup. Saat ini impian Hendri yang belum tercapai adalah
membuat sebuah komunitas dan memiliki sebuah galeri untuk memajang karya seni
yang selama ini hanya tersimpan begitu saja di dalam kamarnya. Hendri selalu
berusaha mewujudkan impian tersebut. Salah satu usaha yang ia lakukan adalah
mengikuti pameran pada pekan budaya di
Kabupaten 50 Kota, tahun 2011. Ia sempat terkendala dana dan hampir saja batal
mengikuti pameran. Namun Hendri tidak berhenti berikhtiar. Beberapa hari
menjelang acara, Hendri akhirnya bisa memberi kepastian kepada panitia untuk
mengikuti pameran tersebut.
Dengan konsep sederhana, karena keterbatasan dana, Hendri memajang
karya-karyanya. Ukiran-ukiran cangkang telur dipajangnya pada etalase-etalase
kecil. Sedangkan untuk lukisannya, Hendri mengumpulkan lukisan-lukisan hasil
karyanya yang lebih banyak tersebar di rumah-rumah tetangga yang pernah memesan
lukisan padanya untuk dipajang selama pameran berlangsung. Cukup banyak
pengunjung yang tertarik pada karya-karyanya tersebut. Termasuk para seniman
yang memang punya latar belakang pendidikan seni mengakui keahliannya,
khususnya seni lukisan hitam-putih. “Mereka mengakui kualitas lukisan saya,
hanya saja mereka kurang memberikan kepercayaan kepada saya, mungkin karena latar
belakang pendidikan saya yang bukan dari seni, saya hanya tamatan STM,” akunya.
Sayangnya, di negeri
yang kaya budaya ini, seniman seringkali tidak mendapatkan tempat yang layak. Begitu
juga Hendri, keinginannya keluar daerah untuk mengembangkan bakat seninya
menggebu. Hanya saja tanggungjawabnya terhadap keluarga membuatnya bertahan di
kampung. Hingga saat ini Hendri mengaku sudah banyak ide di kepalanya yang
ingin ia kerjakan. Baginya berkesenian adalah perkara yang tidak akan pernah
selesai. “Seni itu membunuh. Ia tak akan pernah selesai. Karena sifat manusia tidak
pernah merasa puas dan ingin berbuat yang lebih baik lagi.” tukasnya. Yeni Purnama Sari/Padangmedia.com
CUBO CARI DI SIKO
Ikuti Blog Ini
Diberdayakan oleh Blogger.