SENI UKIR CANGKANG TELUR

Hendri Safarno: Mengukir "Hidup" di Cangkang Telur


Seni ukir dengan media kayu mungkin sudah lumrah kita lihat. Namun bagaimana jika media yang digunakan adalah setipis cangkang telur? Membayangkannya saja barangkali sudah membuat kening kita berkerut tujuh. Membuat ukiran pada permukaan cangkang telur yang hanya memiliki ketebalan sekitar nol koma sekian millimeter tentu hanya mereka yang punya keahlian khusus dan skill tinggi yang mampu mengerjakan pekerjaan yang tergolong rumit itu. Jika penasaran ingin melihat karya seni ukir dari cangkang telur, berkunjunglah ke Jorong Koto Tangah, Kenagarian Lubuak Batingkok, Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota. Silakan tanya masyarakat setempat dimana rumah Hendri elektronik, Hendri parabola, Hendri kandang ayam, atau Hendri tukang pasang digital.

Begitulah, masyarakat setempat mengenal Hendri, 27, dalam kesehariannya. Tidak banyak yang tahu keahliannya dalam mencipta karya seni. Bahkan tetangganya sendiri tidak tahu. Begitupun jika sudah sampai di rumahnya, anda tidak akan menemukan semacam plang bertuliskan ‘galeri’ terpampang. Selama ini, karya seni milik Hendri berupa ukiran cangkang telur dan beberapa lukisan hitam putih hanya tersimpan begitu saja di rumahnya yang sederhana. Beberapa lukisannya juga tersebar di beberapa rumah di jorong tetangga. Sampai saat ini hanya orang-orang terdekat yang memesan lukisan kepada Hendri. Sedangkan ukiran dari cangkang telur, Hendri belum pernah menerima pesanan khusus. Hal ini dikarenakan karya-karya Hendri yang belum terpublikasi secara luas.

Hendri mulai membuat karya ukiran dari cangkang telur pada tahun 2008. Ide tersebut sebetulnya datang dari seorang teman bernama Ijel. Ketika itu, Ijel sedang mencari cara bagaimana sebuah cangkang telur bisa diukir. Ia terus memikirkan hal tersebut setiap hari. Cangkang telur itu dibawanya kemana-mana. Juga ke kedai-kedai kopi. “Olah poniang kawan ko dek mamikian itu, nan cangkang tolua ko dibaok juo kamano poi. Sampai dikecekan urang inyo ko lah gilo,” ( sudang pening kawan saya ini memikirkan hal tersebut, cangkang telur itu selalu dibawanya kemana-mana. Juga ke kedai-kedai kopi. Sampai dikatakan orang dia ini sudah gila) cerita Hendri. Karena tidak juga bertemu cara yang dicari, Ijel jatuh sakit. Sampai ia bertemu dengan Hendri. Ketika itu, Hendri sangat yakin bahwa cangkang telur tersebut bisa dijadikan ukiran yang indah. Dengan kemauan keras dan ketekunan, Hendri berhasil membuat ukiran pada cangkang telur tersebut. Pada saat itu juga Ijel sembuh dari sakitnya. Hendri kemudian mengajarkan cara tersebut kepada Ijel. Namun Ijel tak pernah menguasai cara tersebut, dan hasilnya selalu pecah. Kemudian, Hendri lah yang melanjutkan ide tersebut.


     

Proses mengukir cangkang telur

Dengan bekal keyakinan yang kuat, kerja keras, dan ketekunan, Hendri mengerjakan ukiran dengan media cangkang telur. Telur yang biasa digunakan Hendri adalah telur angsa, karena cangkangnya yang relatif lebih tebal dibanding telur ayam dan telur itik. Dalam pengerjaannya, Hendri punya trik khusus yang diciptakannya sendiri. “Saya biasanya memilih malam ketika suasana sudah hening untuk mengerjakan karya seni seperti lukisan dan ukiran cangkang telur, khusus untuk membuat ukiran cangkang telur, tangan harus di-refresh dulu selama 3 sampai 4 jam, tidak boleh mengangkat beban berat,” jelasnya. Hal tersebut dilakukan agar tangan tidak gemetar saat proses pengerjaan. Seluruh persendian tubuh juga harus dalam posisi yang pas dan nyaman. Satu hal lagi yang terpenting bagi Hendri, konsep yang ada di kepala harus lebih dulu selesai, kemudian barulah dikerjakan.

Cangkang telur tersebut kemudian disketsa. Hendri punya rumusan khusus untuk mengukur dan membuat garis di permukaan cangkang telur tersebut. Ia hanya menggunakan ketajaman mata untuk melakukan perkalian jarak dan garis. Dan perkalian tersebut cukup akurat, tanpa alat ukur khusus. Pada titik yang tepat, ujung telur kemudian dilubangi untuk mengeluarkan kuning dan putih telurnya. Alat yang biasa digunakan Hendri adalah sejenis gerinda yang diperolehnya dari seorang rekan di Jogja. Hendri membeli alat tersebut dengan uang sakunya sendiri yang dikumpulkan dari hasil pekerjaannya sehari-hari. Harga satu alat tersebut sekitar 2 juta Rupiah. Sebelumnya, Hendri juga pernah menggunakan pisau dapur untuk mengukir. Lama pengerjaan cangkang telur tergantung pada motif yang dibuat. Pengerjaan paling lama biasanya menghabiskan waktu 15 hari, sedangkan waktu paling singkat tiga hari. Sejak pertama kali mengerjakan ukiran cangkang telur, belum pernah Hendri memecahkan satu cangkangpun. Ia selalu berhasil. Hingga saat ini ia telah berhasil mengerjakan 20 tema motif ukiran. Target Hendri adalah 50 tema motif.


Minim apresiasi dan publikasi

Hendri terlahir dalam sebuah keluarga sederhana di Tanjung Pati Jorong Koto Tangah, Kenagarian Lubuak Batingkok, Kecamatan Harau, Kabupaten 50 Kota. Ayahnya adalah seorang tukang perabot yang mengutamakan kerapian dan kekokohan pada hasil kerjanya. Lelaki bernama lengkap Hendri Safarno ini menyelesaikan pendidikan terakhirnya di SMKN 1 Guguak Kab. 50 Kota dan tamat pada tahun 2004. Dirinya pribadi tidak pernah berkeinginan melanjutkan pendidikan dan mengambil jurusan seni di sebuah perguruan tinggi. Baginya seni yang telah menjadi bakat yang tumbuh dalam dirinya bisa diasah sendiri dengan modal keyakinan dan keinginan yang kuat untuk terus belajar dari berbagai sumber, “Alam takambang jadi guru”.

Hendri memiliki hobi menonton siaran luar negeri terutama tentang kesenian. Dari acara kesenian yang kerap ditontonnya itu ia mendapatkan banyak ide dan imajinasinya terus berkembang. Selain membuat seni ukir cangkang telur, Hendri juga mahir melukis. Lukisan yang dibuatnya adalah sejenis lukisan hitam-putih. Hasil karyanya yang satu ini begitu hidup dan detail. Hendri mulai tertarik mendalami seni lukis pada tahun 2010. Saat itu ia terinspirasi dari siaran Eropa tentang lukisan. Mula pertama belajar ia menghabiskan sampai satu rim kertas HVS.

Hendri mengaku ide-ide untuk membuat karya seni itu bermunculan di saat ia mengalami tekanan hidup. Semakin besar tekanan hidup yang dialaminya, semakin ekstrim pula imajinasinya untuk mencipta sebuah karya seni. Bagi Hendri, berkesenian adalah cara paling ampuh untuk melepaskan beban pikiran dan kegalauan dalam hidup. Saat ini impian Hendri yang belum tercapai adalah membuat sebuah komunitas dan memiliki sebuah galeri untuk memajang karya seni yang selama ini hanya tersimpan begitu saja di dalam kamarnya. Hendri selalu berusaha mewujudkan impian tersebut. Salah satu usaha yang ia lakukan adalah mengikuti pameran pada pekan budaya  di Kabupaten 50 Kota, tahun 2011. Ia sempat terkendala dana dan hampir saja batal mengikuti pameran. Namun Hendri tidak berhenti berikhtiar. Beberapa hari menjelang acara, Hendri akhirnya bisa memberi kepastian kepada panitia untuk mengikuti pameran tersebut.

Dengan konsep sederhana, karena keterbatasan dana, Hendri memajang karya-karyanya. Ukiran-ukiran cangkang telur dipajangnya pada etalase-etalase kecil. Sedangkan untuk lukisannya, Hendri mengumpulkan lukisan-lukisan hasil karyanya yang lebih banyak tersebar di rumah-rumah tetangga yang pernah memesan lukisan padanya untuk dipajang selama pameran berlangsung. Cukup banyak pengunjung yang tertarik pada karya-karyanya tersebut. Termasuk para seniman yang memang punya latar belakang pendidikan seni mengakui keahliannya, khususnya seni lukisan hitam-putih. “Mereka mengakui kualitas lukisan saya, hanya saja mereka kurang memberikan kepercayaan kepada saya, mungkin karena latar belakang pendidikan saya yang bukan dari seni, saya hanya tamatan STM,” akunya.

Bupati Kabupaten 50 Kota juga sempat berkunjung untuk melihat karya-karya Hendri. Namun sayang, momen itu berlalu begitu saja. Tidak ada respon positif dari Pak Bupati ketika itu untuk karya seni anak nagari yang satu ini. Hendri mengaku bukan uang yang ia harapkan dari hasil karyanya. Ia hanya ingin karyanya dihargai dan diakui. Seperti foto-foto ukiran cangkang telur karyanya yang menyebar dari ponsel ke ponsel hak ciptanya pernah diakui orang lain. Bahkan beberapa tahun lalu, ukiran cangkang telur milik Hendri pernah ditawarkan untuk dipamerkan pada pameran internasional di Hongkong. Tapi Hendri menolak tawaran itu, karena orang yang menawarkan tersebut tidak sekadar ingin memamerkan hasil karya Hendri, akan tetapi membeli karya tersebut sekalian hak ciptanya. “Saya tidak menginginkan uang. Tidak peduli berapa besar jumlah uang yang ditawarkan. Saya hanya butuh pengakuan dan hasil karya saya dihargai,” ujar Hendri.


Sayangnya, di negeri yang kaya budaya ini, seniman seringkali tidak mendapatkan tempat yang layak. Begitu juga Hendri, keinginannya keluar daerah untuk mengembangkan bakat seninya menggebu. Hanya saja tanggungjawabnya terhadap keluarga membuatnya bertahan di kampung. Hingga saat ini Hendri mengaku sudah banyak ide di kepalanya yang ingin ia kerjakan. Baginya berkesenian adalah perkara yang tidak akan pernah selesai. “Seni itu membunuh. Ia tak akan pernah selesai. Karena sifat manusia tidak pernah merasa puas dan ingin berbuat yang lebih baik lagi.” tukasnya. Yeni Purnama Sari/Padangmedia.com



2 Komentar:

Unknown at: 3 April 2014 pukul 22.04 mengatakan...

Waw bagus ms, oya caranya kulit telur biar kuat saat diukir dikasih pa ya?

Alat Seni Ukir Cangkang Telur at: 4 Februari 2016 pukul 18.39 mengatakan...

Menarik sekali informasinya, jangan takut untuk melangkah, bisa dimulai dengan mengisi waktu luang untuk berkarya. Ikhtiarlah sehebat-hebatnya, pada saatnya akan terbuka jalan kemudahan untuk sukses.

Kita jual alat yang mendukung hobi ini atau bagi anda yang tertarik memulai usaha seni ukir cangkang telur.

http://www.widaya.com/produk/alat-grafir-ukir-poles-amplas-kerajinan-seni-rupa-elektrik

Posting Komentar

Komentarmu apa tentang foto ini ?

CUBO CARI DI SIKO

Ikuti Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.